(( Memperbaiki Diri Dengan Al-Qur'an dan As-Sunah ))

Pendapat Ulama Tentang Sholat Jenazah di Kuburan

Ada empat pendapat ulama tentang hukum shalat Jenazah di kuburan. Empat pendapat tersebut ialah:


1. Pendapat yang Membolehkan Shalat Jenazah di Kuburan bagi Orang yang Terlewatkan dari Shalat Jenazah


Ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Asy-Syafi’i. Beliau berkata:



وَلاَ بَأْسَ أَنْ يُصَلَّى عَلَى القَبْرِ بَعْدَمَا يُدْفَنُ المَيِّتُ بَلْ نَسْتَحِبُّهُ. [1]


Artinya:


Dan tidak mengapa bahwasanya (jenazah) dishalatkan di kuburan setelah jenazah tersebut dimakamkan, bahkan kami menyukainya.


As-Sayyid Salim menyebutkan pendapat Asy-Syafi’i sebagai berikut:



إِخْتَلَفَ أَهْلُ العِلْمِ فِى صَلاَةِ الجَنَازَةِ عَلَى القَبْرِ لِمَنْ فَاتَتْهُ الصَّلاَةُ عَلَى الجَنَازَةِ عَلَى ثَلاَثَةِ أَقْوَالٍ:


الأَوَّلُ: يُصَلَّى عَلَيْهِ ، وَهُوَ قَوْلُ أَكْثَرِ أَهْلِ العِلْمِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ مَنْ بَعْدَهُمْ ، وَبِهِ قَالَ ابْنُ المُبَارَكِ وَ الشَّافِعِيُّ.... [2]


Artinya:


Ulama berbeda pendapat dalam hal shalat jenazah di kuburan bagi orang yang terlewatkan dari shalat jenazah. Perbedaan tersebut terbagi menjadi tiga pendapat (yaitu):


Yang pertama: Dishalatkan atasnya (mayat), ini adalah pendapat mayoritas ulama dari para sahabat Nabi saw. dan ulama sesudah mereka, dan dengannya Ibnul Mubarak dan Asy-Syafi’i berpendapat....


Ulama lain yang berpendapat demikian adalah: Al-Auza’i, [3] Ishaq, [4] Ahmad bin Hanbal, [5] Dawud Adh-Dhahiri, [6] Ibnu Hazm, [7] Ibnul Qayyim [8] dan As-Sayyid Sabiq. [9].


2. Pendapat yang Membenci Shalat Jenazah di Kuburan


Ulama yang berpendapat demikian adalah: ‘Atha`, An-Nakha’i, Asy-Syafi’i, Ishaq, dan Ibnul Mundzir. Pendapat mereka disebutkan oleh As-Sayyid Sabiq dalam kitabnya, sebagai berikut:



كَرِهَ الجُمْهُوْرُ الصَّلاَةَ عَلَى الجَنَازَةِ فِيْ المَقْبَرَةِ بَيْنَ القُبُوْرِِ...وَإِلَيْهِ ذَهَبَ عَطَاءٌ وَالنَّخَعِيُّ وَ الشَّافِعِيُّ وَإِسْحَاقُ وَ ابْنُ المُنْذِرِ .  [10]


Artinya:


Jumhur membenci shalat Jenazah di kuburan di antara kubur-kubur…Dan ‘Atha`, An-Nakha’i, Asy-Syafi’, Ishaq, dan Ibnul Mundzir berpendapat dengannya (membenci shalat Jenazah di kuburan di antara kubur-kubur).


3. Pendapat yang Melarang Shalat Jenazah di Kuburan Kecuali Apabila Jenazah telah Dimakamkan Sebelum Dishalatkan


Ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Hanifah. Pendapat beliau dikutip oleh Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla, sebagai berikut:



قَالَ أَبُوْ حَنِيْفَةَ: إِنْ دُفِنَ بِلاَ صَلاَةٍ صُلِّىَ عَلَى القَبْرِ مَا بَيْنَ دَفْنِهِ إِلَى ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَلاَ يُصَلَّى عَلَيْهِ بَعْدَ ذَالِكَ ، وَ إِنْ دُفِنَ بَعْدَ أَنْ صُلِّىَ عَلَيْهِ لَمْ يُصَلِّ أَحَدٌ عَلَى قَبْرِهِ. [11]


Artinya:


Abu Hanifah berkata: Jika jenazah telah dimakamkan tanpa dishalatkan (dahulu sebelumnya), (maka) jenazah (boleh) dishalatkan di kuburan di saat sejak (waktu) pemakamannya sampai tiga hari. Dan tidak (boleh) dishalatkan di kuburan sesudah (waktu) itu. Dan jika jenazah dikuburkan setelah dishalatkan, (maka) tidak seorang pun (boleh) menshalatkan (jenazah tersebut) di kuburannya.


Ulama lain yang berpendapat demikian adalah: Malik, [12] An-Nakha’i, [13] dan Ibnul Mubarak. [14].


4. Pendapat yang Melarang Dikerjakannya Shalat Jenazah di Kuburan Kecuali oleh Wali [15] Jenazah


Ulama yang berpendapat demikian adalah: An-Nakha’i, Ats-Tsauri, Malik, dan Abu Hanifah. Berikut pendapat mereka :



وَقَالَ النَّخَعِىُّ وَ الثَّوْرِىُّ وَمَالِكٌ وَ أَبُوْ حَنِيْفَةَ: لاَ تُعَادُ الصَّلاَةُ عَلَى المَيِّتِ إِلاَّ لِلْوَلِىِّ إِذاَ كَانَ غَائِبًا, وَلاَ يُصَلَّى عَلَى القَبْرِ إِلاَّ كَذَلِكَ . [16]


Artinya:


Dan berkata An-Nakha’i, Ats-Tsauri, Malik, dan Abu Hanifah: Tidak diulangi shalat Jenazah kecuali bagi wali (si mayit) apabila dia ghaib (tidak hadir pada waktu pelaksanaan shalat Jenazah), dan (jenazah) tidak dishalatkan di kuburannya kecuali seperti itu (yaitu khusus untuk wali mayit jika dia ghaib).









[1] Asy-Syafi’i, Al-Umm,  jld. 1, juz: 1, hlm. 309, kitab: Al-Jana`iz, bab: Ash-Shalatu ‘Alal Jana`iz….




[2] As-Sayyid Salim, Shahihu Fiqhis-Sunnah, jld. 1, hlm. 651, kitab 3: Al-Jana`iz, bab: Shalatul Janazati ‘Alal Qabr.




[3] Ibnu Hazm, Al-Muhalla, jld. 3, juz: 5, hlm. 140, kitab: Al-Jana`iz.




[4] As-Sayyid Salim, Shahihu Fiqhis Sunnah, jld. 1, hlm. 651, kitab 3: Al-Jana`iz bab: Shalatul Janazati ‘Alal Qabr.




[5] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid, jld. 1, hlm. 238, kitab: Ahkamul Mayyit, Al-Fashlul Awwal: Fi Shifati Shalatil Janazah.




[6] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul Muqtasid, jld. 1, hlm. 238, kitab: Ahkamul Mayyit, Al-Fashlul Awwal: Fi Shifati Shalatil Janazah.




[7] Ibnu Hazm, Al-Muhalla, jld. 3, juz: 5, hlm. 139, kitab: Al-Jana`iz.




[8] Ibnul Qayyim, Zadul Ma’ad, jld. 1, hlm. 512, Fi Hadyihi Fish-Shalati ‘Alal Qabr.




[9] As-Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, jld. 1, hlm. 533, kitab: Al-Jana`iz, bab: Ash-Shalatu ‘Alal Qabr.




[10] As-Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, jld. 1, hlm. 535.




[11] Ibnu Hazm, Al-Muhalla, jld. 3, juz: 5, hlm. 140, kitab: Al-Jana`iz.




[12] As-Sayyid Salim, Shahihu Fiqhis-Sunnah, jld. 1, hlm. 652.




[13] As-Sayyid Salim, Shahihu Fiqhis-Sunnah, jld. 1, hlm. 652.




[14] At-Turmudzi, Sunanut-Turmudzi, jld. 3, hlm. 347.




[15]                                                                                                        الوَلِىُّ: كُلُّ مَنْ وَلِىَ أََمْرًا أَوْ قَامَ بِهِ

Artinya:

Wali adalah: setiap orang yang mengurusi suatu perkara atau bertanggung jawab atasnya. (Ibrahim Unais, et al., Al-Mu’jamul Wasith, hlm. 1058).




[16] Sulaiman bin ‘Abdillah bin Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, Hasyiyah dalam kitab Al-Muqni’, jld. 1, hlm. 282, kitab: Al-Jana`iz.

0 Response to "Pendapat Ulama Tentang Sholat Jenazah di Kuburan"

Post a Comment