(( Memperbaiki Diri Dengan Al-Qur'an dan As-Sunah ))

MENJADI WALI AKAD NIKAH. Bag. 2

Kali ini penulis akan memaparkan nas-nas yang digunakan ulama untuk menentukan kedudukan hukum wali dalam akad nikah. Nas-nas tersebut penulis kelompokkan menjadi dua, yaitu nas-nas yang digunakan untuk mensyaratkan wali dan nas-nas yang digunakan untuk tidak mensyaratkan wali.
1.    Nas-nas yang Digunakan untuk Mensyaratkan Wali
          1.1  Al-Baqarah (2):221
Lafal dan Arti
وَلاَ تَنْكِحُوْا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّقلى وَلأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْج وَلاَ تُنْكِحُوْا الْمُشْرِكِيْنَ حَتَّى يُؤْمِنُوْاقلى وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْج....
Janganlah kalian menikahi perempuan-perempuan musyrik sampai mereka beriman. Sungguh seorang budak perempuan yang beriman itu lebih baik daripada perempuan musyrik walaupun dia menakjubkan kalian. Janganlah kalian menikahkan lelaki-lelaki musyrik sampai mereka beriman. Sungguh seorang budak laki-laki yang beriman itu lebih baik daripada laki-laki musyrik walaupun dia menakjubkan kalian.   

1.2  Al-Baqarah (2):232
Lafal dan Arti
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلاَ تَعْضُلُوْهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوْفِقلى....
Apabila kalian mentalak istri-istri kalian lalu mereka sampai pada waktu mereka (masa idah mereka telah berakhir), maka janganlah kalian menghalangi mereka untuk menikah dengan suami-suami mereka apabila mereka rela (yakni, ada kerelaan untuk kembali menjadi suami-istri) di antara mereka dengan (cara) yang baik….

1.3  An-Nisa`(4): 25
Lafal dan Arti
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلاً أَنْ يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ المُؤْمِنَاتِ فَمِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمْنَاتِقلى وَاللهُ أَعْلَمُ بِإيْمَانِكُمْقلى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍج فَانْكِحُوْهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ....
Barangsiapa dari kalian (orang-orang beriman) tidak mendapatkan kemampuan (dalam soal harta) untuk menikahi perempuan-perempuan merdeka yang beriman, maka (boleh menikahi) apa-apa yang dimiliki oleh tangan-tangan kanan kalian, yaitu budak-budak perempuan kalian (budak-budak perempuan milik orang-orang beriman lain) yang beriman. Allah lebih tahu dengan keimanan kalian.[1] Sebagian kalian (merupakan bagian) dari sebagian yang lain.[2] Maka nikahilah mereka dengan ijin tuan mereka ….

1.4  Hadits Abu Musa radliyallahu 'anhu tentang Tidak Adanya Pernikahan kecuali dengan Wali
1.4.1  Lafal, Arti dan Takhrij[3]
... عَنْ أَبِى مُوْسَى قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: ((لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ)). رواه الترمذي بإسناد صحيح.
... dari Abu Musa, dia berkata, “Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada pernikahan kecuali dengan wali.’” At-Turmudzi telah meriwayatkannya[4] dengan sanad yang shahih.

Hadits ini diriwayatkan juga oleh: Ahmad,[5] Abu Dawud,[6] Ibnu Majah,[7] Al-Baihaqi,[8] Ad-Daraquthni,[9] Al-Hakim,[10] Al-Maushuli,[11] ‘Abdur Razzaq,[12] Ibnu Hibban,[13] Al-Khawarizmi,[14] dan Ibnu Abi Syaibah.[15]
1.4.2  Kedudukan
Hadits Abu Musa ini shahih (shahih li dzatihi).[16]
1.5  Hadits ‘Aisyah radliyallahu 'anha tentang Pernikahan tanpa Wali
1.5.1  Lafal, Arti dan Takhrij
... عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ r قَالَ: ((أَيُّمَا امْرَأَةٍ نُكِحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ)). رواه الترمذى بإسناد حسن.
dari ‘Aisyah bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ”Siapa pun perempuan yang dinikahi tanpa ijin walinya, maka pernikahannya batal, maka pernikahannya batal, maka pernikahannya batal. Lalu jika lelaki (yang menikahinya) terlanjur mengumpulinya, maka mahar pernikahan itu tetap menjadi hak perempuan tersebut dengan sebab lelaki itu telah menganggap halal kemaluannya. Jika mereka (para wali) berselisih[17], maka sulthan adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.” At-Turmudzi telah meriwayatkannya[18] dengan sanad yang hasan.

Hadits ini diriwayatkan juga oleh: Ahmad,[19] Abu Dawud,[20] Ibnu Majah,[21] Ad-Daraquthni,[22] Ad-Darimi,[23] Sa’id bin Manshur,[24] Ibnu Hibban,[25] Al-Hakim,[26] Al-Humaidi,[27] Asy-Syafi’i,[28] ‘Abdur Razzaq[29], Ibnu Abi Syaibah,[30] Ath-Thayalisi,[31] dan Al-Baihaqi.[32]
1.5.2  Kedudukan
Hadits ‘Aisyah ini hasan (hasan li dzatihi).[33]
1.6 Hadits Abu Hurairah radliyallahu 'anhu bahwa Wanita Tidak Menikahkan
1.6.1  Lafal, Arti dan Takhrij
... عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ؛ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ r :((لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا، فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِى تُزَوِّجُ نَفْسَهَا)). رواه ابن ماجه بإسناد حسن.
... dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Perempuan tidak menikahkan perempuan (lain) dan tidak pula menikahkan dirinya. Sesungguhnya perempuan yang lacur itu ialah perempuan yang menikahkan dirinya.’” Ibnu Majah telah meriwayatkannya[34] dengan sanad yang hasan.   

Hadits ini diriwayatkan juga oleh: Asy-Syafi’i,[35] Ad-Daraquthni[36] dan Al-Baihaqi.[37]
1.6.2  Kedudukan
Hadits Abu Hurairah ini mauquf[38], tetapi sanadnya shahih.  
2.    Nas-nas yang Digunakan untuk Tidak Mensyaratkan Wali
2.1  Al-Baqarah (2):232
Ayat ini sudah penulis ketengahkan pada subbab sebelum ini.[39] 
2.2  Al-Ahzab (33):50
Lafal dan Arti
... وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً اِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ اَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُوْنِ الْمُؤْمِنِيْنَ قلى....
…dan (Kami halalkan juga) wanita beriman jika menghibahkan dirinya kepada Nabi, jika Nabi berkehendak untuk meminta pernikahannya sebagai (suatu ketentuan yang) khusus bagimu (Nabi), bukan untuk seluruh orang beriman….[40]
2.3  Hadits Ibnu ‘Abbas radliyallahu 'anhuma bahwa Al-Ayyim[41] Lebih Berhak dengan Dirinya daripada Wali
2.3.1  Lafal, Arti dan Takhrij
... عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ r قَالَ: ((الأَيِّمُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا وَالْبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِى نَفْسِهَا وَإِذْنُهَا صُمَاتُهَا)). رواه مسلم.
... dari Ibnu ‘Abbas bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Al-Ayyim itu lebih berhak dengan dirinya daripada walinya, sedangkan gadis dimintai ijin dalam soal dirinya dan (tanda) ijinnya adalah diamnya.” Muslim telah meriwayatkannya.[42]

Hadits ini diriwayatkan juga oleh: Ahmad,[43] Abu Dawud,[44] At-Turmudzi,[45] An-Nasai,[46] Ibnu Majah,[47] Malik,[48] Ad-Darimi,[49] Ad-Daraquthni,[50] Sa’id bin Manshur,[51] dan ‘Abdur Razzaq.[52]
2.3.2  Kedudukan
Hadits Ibnu 'Abbas ini berkedudukan shahih.[53]
2.4  Hadits Abu Hurairah radliyallahu 'anhu tentang Pensyaratan Ijin Wanita yang akan Dinikahkan
2.4.1  Lafal, Arti dan Takhrij
... أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ حَدَّثَهُمْ أَنَّ النَّبِيَّ r قَالَ ((لاَ تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلاَ تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ أَنْ تَسْكُتَ)). رواه البخاري.
bahwasanya Abu Hurairah menceritakan kepada mereka bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang janda tidak boleh dinikahkan sampai dimintai perintah. Seorang gadis tidak boleh dinikahkan sampai dimintai ijin. Mereka (para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana (tanda) ijinnya?" Rasulullah bersabda, "Diamnya.” Al-Bukhari telah meriwayatkannya.[54]

Hadits ini diriwayatkan juga oleh: Muslim,[55] Abu Dawud,[56] An-Nasai,[57] Ibnu Majah,[58] Ad-Darimi,[59] dan Sa’id bin Manshur.[60]
2.4.2  Kedudukan
Hadits Abu Hurairah ini shahih.[61]
2.5  Hadits Buraidah radliyallahu 'anhu tentang Gadis yang Dinikahkan Bapaknya tanpa Ijinnya
2.5.1  Lafal, Arti dan Takhrij
... عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ جَاءَتْ فَتَاةٌ إِلَى النَّبِيِّ r فَقَالَتْ إِنَّ أَبِي زَوَّجَنِي ابْنَ أَخِيهِ لِيَرْفَعَ بِي خَسِيْسَتَهُ قَالَ فَجَعَلَ الأَمْرَ إِلَيْهَا فَقَالَتْ قَدْ أَجَزْتُ مَا صَنَعَ أَبِي وَلَكِنْ أَرَدْتُ أَنْ تَعْلَمَ النِّسَاءُ أَنْ لَيْسَ إِلَى الآبَاءِ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ. رواه ابن ماجه بسند ضعيف.
... dari Ibnu Abi Buraidah dari bapaknya, dia berkata, “Datanglah seorang gadis kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu dia menuturkan, ‘Sesungguhnya bapakku telah menikahkanku dengan anak laki-laki saudara laki-lakinya (sepupuku) supaya dapat mengangkat kerendahan status sosialnya dengan sebab (pernikahan)ku (dengannya).’" Buraidah berkata, "Maka Rasulullah menyerahkan urusan tersebut kepada gadis itu. Lalu dia berkata, ‘Aku sudah merelakan apa yang telah diperbuat bapakku. Hanya saja, aku ingin para wanita itu tahu bahwa para bapak tidak mempunyai hak dalam urusan pernikahan sama sekali." Ibnu Majah telah meriwayatkannya[62] dengan sanad yang dla'if

‘Abdur Razzaq juga meriwayatkan hadits ini dalam Al-Mushannaf secara mursal[63] dari Ibnu Buraidah.[64]
Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Buraidah dari ‘Aisyah dan riwayatnya dimuat oleh An-Nasai[65] dan Ad-Daraquthni[66] dalam kitab masing-masing.
2.5.2  Kedudukan
Hadits Buraidah ini hasan li ghairihi karena mempunyai syahid[67], yaitu hadits Ibnu 'Abbas.[68]     
2.6  Hadits Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman radliyallahu 'anhu tentang Janda yang Dinikahkan Bapaknya tanpa Persetujuannya
2.6.1  Lafal, Arti, dan Takhrij
... عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمنِ قَالَ: جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِيِّ r فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! إِنَّ عَمَّ وَلَدِي خَطَبَنِي فَرَدَّهُ أَبِي وَزَوَّجَنِي وَأَنَا كَارِهَةٌ، قَالَ: فَدَعَا أَبَاهَا، فَسَأَلَهُ عَنْ ذلِكَ فَقَالَ: إِنِّي أَنْكَحْتُهَا وَلَمْ آلُوْهَا[69] خَيْرًا فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ r: ((لاَ نِكَاحَ، إِذْهَبِي فَانْكَحِي مَا شِئْتِ)). رواه ابن أَبي شيبة بإسناد مرسل.
... dari Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman, dia berkata, “Datanglah seorang wanita kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya paman anak laki-laki (saudara laki-laki mantan suami)ku telah melamarku, (namun) bapakku menolaknya dan dia (malah) menikahkanku (dengan laki-laki lain), padahal aku tidak suka.’" Abu Salamah bin ‘Abdur Rahman berkata, "Maka Rasulullah memanggil bapaknya, lalu menanyainya tentang hal itu. Bapak wanita itu menuturkan, ‘Sesungguhnya aku telah menikahkannya dan aku tidak mengurangi maksud baik untuknya.’ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada pernikahan. Pergilah, lalu menikahlah semaumu.’" Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkannya[70] dengan sanad yang mursal.

Hadits ini diriwayatkan juga oleh Sa’id bin Manshur[71] dan ‘Abdur Razzaq. [72]  
2.6.2  Kedudukan
Hadits Abu Salamah bin 'Abdur Rahman ini hasan li ghairihi karena mempunyai syahid, yaitu hadits Khansa` binti Khidam.[73]
2.7  Hadits Ummu Salamah radliyallahu 'anha (dari Jalan ‘Umar bin Abu Salamah) tentang Pernikahannya dengan Rasulullah
2.7.1  Lafal, Arti dan Takhrij
... حَدَّثَنِي ابْنُ عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ لَمَّا انْقَضَتْ عِدَّتُهَا بَعَثَ إِلَيْهَا أَبُو بَكْرٍ يَخْطُبُهَا عَلَيْهِ فَلَمْ تَزَوَّجْهُ فَبَعَثَ إِلَيْهَا رَسُولُ اللهِ r عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ يَخْطُبُهَا عَلَيْهِ فَقَالَتْ أَخْبِرْ رَسُولَ اللهِ r أَنِّي امْرَأَةٌ غَيْرَى وَأَنِّي امْرَأَةٌ مُصْبِيَةٌ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْ أَوْلِيَائِي شَاهِدٌ. فَأَتَى رَسُولَ اللهِ r فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ ارْجِعْ إِلَيْهَا فَقُلْ لَهَا أَمَّا قَوْلُكِ إِنِّي امْرَأَةٌ غَيْرَى فَسَأَدْعُو اللهَ لَكِ فَيُذْهِبُ غَيْرَتَكِ وَأَمَّا قَوْلُكِ إِنِّي امْرَأَةٌ مُصْبِيَةٌ فَسَتُكْفَيْنَ صِبْيَانَكِ وَأَمَّا قَوْلُكِ أَنْ لَيْسَ أَحَدٌ مِنْ أَوْلِيَائِي شَاهِدٌ فَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْ أَوْلِيَائِكِ شَاهِدٌ وَلاَ غَائِبٌ يَكْرَهُ ذَلِكَ فَقَالَتْ ِلابْنِهَا يَا عُمَرُ قُمْ فَزَوِّجْ رَسُولَ اللهِ r فَزَوَّجَهُ مُخْتَصَرٌ. رواه النّسائيّ بإسناد ضعيف.
... telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Umar bin Abu Salamah, dari bapaknya, dari Ummu Salamah, tatkala masa idahnya telah berlalu, Abu Bakar mengutus seseorang melamar Ummu Salamah untuknya, namun Ummu Salamah tidak bersedia menikah dengannya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus ‘Umar bin Al-Khaththab untuk meminangkan beliau akan Ummu Salamah. Maka Ummu Salamah berkata kepada ‘Umar, 'Beritahukanlah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa aku adalah seorang wanita pencemburu, lagi pula aku mempunyai anak-anak kecil dan tidak ada seorang pun dari wali-waliku yang hadir (saat ini).’ ‘Umar pun mendatangi Rasulullah dan menyebutkan hal itu kepada beliau. Beliau bersabda, 'Kembalilah dan katakan kepadanya: Adapun penuturanmu 'sesungguhnya aku adalah wanita pencemburu', maka aku akan mendoakan dirimu kepada Allah hingga Dia pasti akan menghilangkan kecemburuanmu itu. Adapun penuturanmu 'sesungguhnya aku wanita yang mempunyai anak-anak kecil', maka kamu akan dapat mencukupi kebutuhan hidup anak-anakmu yang masih kecil. Adapun penuturanmu 'tidak ada seorang pun dari wali-waliku yang hadir (saat ini)', maka tidak ada seorang pun dari wali-walimu baik yang hadir maupun yang tidak hadir saat ini yang akan tidak suka dengan pernikahan ini.' Maka Ummu Salamah pun memerintah anak laki-lakinya, ‘Wahai ‘Umar, bangkitlah dan nikahkanlah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.’ Lalu ‘Umar pun menikahkannya.’” Mukhtashar (diringkas). An-Nasai telah meriwayatkannya[74] dengan sanad yang dla’if..

Hadits ini diriwayatkan juga oleh: Ahmad,[75] Ibnu Sa’d,[76] Al-Maushuli,[77] Al-Hakim,[78] Ibnu Hibban,[79] dan Al-Baihaqi.[80]
2.7.2  Keterangan
Hadits Ummu Salamah ini mengisahkan tentang pernikahannya dengan Rasulullah.
Dalam sebuah riwayat Al-Baihaqi diterangkan:
... أَنَّ النَّبِيَّ خَطَبَ أُمَّ سَلَمَةَ قَالَ مُرِي ابْنَكِ أَنْ يُزَوِّجَكِ أَوْ زَوَّجَهَا ابْنُهَا، وَهُوَ حِيْنَئِذٍ صَغِيْرٌ لَمْ يَبْلُغْ. [81]
... bahwasanya Nabi meminang Ummu Salamah. Beliau bersabda, “Suruhlah anak laki-lakimu untuk menikahkanmu.” Atau bersabda, “Menikahkannya anak laki-lakinya.” Padahal anak lak-lakinya pada waktu itu masih kecil, belum baligh.

Berdasarkan riwayat di atas dapat dipahami bahwa perintah Ummu Salamah pada hadits tersebut berasal dari Nabi.
2.7.3  Kedudukan
Hadits Ummu Salamah ini dla’if.[82]
2.8  Hadits Ummu Habibah radliyallahu 'anha tentang Pernikahannya dengan Rasulullah
2.8.1  Lafal, Arti dan Takhrij
... عَنْ أُمِّ حَبِيبَةَ أَنَّهَا كَانَتْ عِنْدَ ابْنِ جَحْشٍ فَهَلَكَ عَنْهَا وَكَانَ فِيْمَنْ هَاجَرَ إِلَى أَرْضِ الْحَبَشَةِ فَزَوَّجَهَا النَّجَاشِيُّ رَسُولَ اللهِ r وَهِيَ عِنْدَهُمْ. رواه أبو داود بإسناد صحيح.
dari Ummu Habibah, bahwasanya beliau dahulu adalah istri Ibnu Jahsy. Lalu Ibnu Jahsy meninggal saat beliau masih menjadi istrinya. Ibnu Jahsy termasuk orang yang berhijrah ke tanah Habasyah (Ethiopia). Lalu An-Najasyi menikahkannya dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sedang Ummu Habibah berada di antara mereka. Abu Dawud telah meriwayatkannya[83] dengan sanad yang shahih.

Hadits ini diriwayatkan juga oleh Ahmad.[84]
2.8.2  Kedudukan
Hadits Ummu Habibah ini shahih.[85]
2.9  Hadits Sahl bin Sa’d radliyallahu 'anhu tentang Wanita yang Menghibahkan Diri kepada Rasulullah
2.9.1  Lafal, Arti dan Takhrij
... عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ r فَقَالَتْ إِنِّي وَهَبْتُ مِنْ نَفْسِي فَقَامَتْ طَوِيْلاً فَقَالَ رَجُلٌ زَوِّجْنِيهَا إِنْ لَمْ تَكُنْ لَكَ بِهَا حَاجَةٌ قَالَ: ((هَلْ عِنْدَكَ مِنْ شَيْءٍ تُصْدِقُهَا)) قَالَ: مَا عِنْدِي إِلاَّ إِزَارِي فَقَالَ: ((إِنْ أَعْطَيْتَهَا إِيَّاهُ جَلَسْتَ لاَ إِزَارَ لَكَ فَالْتَمِسْ شَيْئًا)) فَقَالَ مَا أَجِدُ شَيْئًا فَقَالَ: ((الْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ)) فَلَمْ يَجِدْ فَقَالَ: ((أَمَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ شَيْءٌ)) قَالَ نَعَمْ سُورَةُ كَذَا وَسُورَةُ كَذَا لِسُوَرٍ سَمَّاهَا فَقَالَ: ((قَدْ زَوَّجْنَاكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ)). رواه البخاريّ.
... dari Sahl bin Sa’d, dia berkata, “Datanglah seorang wanita kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia berkata, ‘Sesungguhnya aku menghibahkan diriku.’ Lalu dia berdiri lama. Maka berkatalah seorang laki-laki, ‘Nikahkanlah aku dengannya jika engkau tidak berkeperluan dengannya.’ Rasul bersabda, ‘Apakah kamu memiliki sesuatu yang bisa kamu berikan kepadanya sebagai mahar?’ Laki-laki itu berkata, ‘Aku tidak memiliki sesuatu kecuali sarungku.’ Lalu Rasulullah bersabda, ‘Jika kamu memberinya sarung itu, niscaya kamu tidak memiliki sarung (lagi). Maka carilah sesuatu (yang lain).' Laki-laki itu berkata, ‘Aku tidak memperoleh sesuatu pun.’ Rasulullah bersabda, ‘Carilah walaupun hanya sebentuk cincin dari besi.' (Namun) laki-laki itu pun tidak mendapatkannya. Maka Rasulullah bersabda, ‘Apakah kamu mempunyai hapalan Al-Qur`an?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Ya, surat ini, surat itu.’ (Dia menghapal) beberapa surat yang dia sebutkan namanya. Rasulullah bersabda, ‘Telah kami nikahkan kamu dengannya dengan mahar hapalan Al-Qur`anmu.’” Al-Bukhari meriwayatkannya. [86]

Hadits ini diriwayatkan juga oleh: Ahmad,[87] Muslim,[88] Abu Dawud,[89] At-Turmudzi,[90] Ibnu Majah,[91] Ad-Darimi,[92] Malik,[93] dan Ibnu Hibban.[94]
2.9.2  Kedudukan
Hadits Sahl bin Sa'd ini shahih.[95]
2.10   Atsar[96] ‘Aisyah radliyallahu 'anha bahwa Ia Menikahkan Hafshah binti ‘Abdur Rahman bin Abu Bakar
2.10.1 Lafal, Arti dan Takhrij
... أَنَّ عَائِشَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ r زَوَّجَتْ حَفْصَةَ بِنْتَ عَبْدِ الرَّحْمنِ الْمُنْذِرَ بْنَ الزُّبَيْرِ وَعَبْدُ الرَّحْمنِ غَائِبٌ بِالشَّامِ فَلَمَّا قَدِمَ عَبْدُ الرَّحْمنِ قَالَ وَمِثْلِي يُصْنَعُ هَذَا بِهِ وَمِثْلِي يُفْتَاتُ عَلَيْهِ.... رواه مالك بسند صحيح.
... bahwasanya ‘Aisyah, istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menikahkan Hafshah binti ‘Abdur Rahman dengan Al-Mundzir bin Az-Zubair sementara ‘Abdur Rahman sedang pergi ke Syam (Syiria). Maka ketika datang (dari safarnya), ‘Abdur Rahman berkata, “Pantaskah orang semisalku diperlakukan seperti ini?! Layakkah orang sepertiku tidak dimintai pertimbangan?! Malik meriwayatkannya[97] dengan sanad yang shahih.

2.10.2 Kedudukan
Atsar 'Aisyah ini shahih.[98]
2.11   Atsar Ummu Hakim binti Qaridh radliyallahu 'anha tentang Pernikahannya dengan ‘Abdur Rahman bin ‘Auf
2.11.1 Lafal, Arti dan Takhrij
أَنَّ أُمَّ حَكِيْمٍ بِنْتَ قَارِظٍ قَالَتْ لِعَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ عَوْفٍ: أَنَّهُ قَدْ خَطَبَنِيْ غَيْرُ وَاحِدٍ فَزَوِّجْنِي أَيَّهُمْ رَأَيْتَ. قَالَ: وَتَجْعَلِيْنَ ذلِكَ إِلَيَّ؟ فَقَالَتْ: نَعَمْ. فَقَالَ: قَدْ تَزَوَّجْتُكِ. قَالَ ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ: فَجَازَ نِكَاحُهُ. رواه ابن سعد بسند ضعيف.
(Ibnu Sa’d berkata), Telah mengabari kami Muhammad bin Isma’il bin Abu Fudaik, dari Ibnu Abi Dzi`b, dari Sa’id bin Khalid dan Qaridh bin Syaibah bahwasanya Ummu Hakim binti Qaridh berkata kepada ‘Abdur Rahman bin ‘Auf, "Sesungguhnya tidak hanya satu lelaki yang telah meminangku. Maka nikahkanlah aku dengan siapa pun yang kau pandang (baik untukku)." ‘Abdur Rahman berkata, "Kau menyerahkan urusan itu kepadaku?" Ummu Hakim menjawab, "Ya." Lalu ‘Abdur Rahman berkata, "Sungguh telah kunikahi (diri)mu." Ibnu Abi Dzi`b berkata, ‘Maka sahlah pernikahannya.” Ibnu Sa’d meriwayatkannya[99] dengan sanad yang dla'if.

Atsar ini diriwayatkan juga oleh Al-Bukhari secara mu’allaq (tergantung).[100]
2.11.2 Kedudukan
Atsar Ummu Hakim radliyallahu 'anha ini dla’if.[101]




[1] Kalimat ini merupakan kalimat sisipan yang berfungsi sebagai penjelas bahwa untuk mengetahui keimanan seseorang, cukup dengan melihat dhahirnya saja. ِAkan hal batinnya Allahlah yang mengurusi. Disadur dari Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir, jld.1, hlm.270
[2] Maksud kalimat ini adalah bahwa semua manusia itu sama, yakni sama-sama keturunan Nabi Adam. Oleh karena itu, menikah dengan budak janganlah dianggap sebagai sesuatu yang hina sebab barangkali seorang budak wanita itu lebih baik daripada seorang wanita merdeka. Disadur dari Ash-Shabuni, Shafwatut Tafasir, jld.1, hlm.270
[3] Takhrij:                                                                                   ذِكْرُ الْمُؤَلِّفِ الْحِدِيْثَ بِإِسْنَادِهِ فِى كِتَابِهِ
‘Abdul Mahdi, Thuruqu Takhriji Haditsi Rasulillah, hlm.9. Artinya: Pencantuman penyusun akan suatu hadits berikut sanadnya di dalam kitab )susunan(nya.
[4] At-Turmudzi, As-Sunan, jz.3, hlm 398, k-9. An-Nikah, b-14. Ma Ja`a fi La Nikaha…, no.1101
[5] Ahmad bin Hanbal, Al-Musnad, jld.4, hlm 394, 413 dan 418
[6] Abu Dawud, As-Sunan, jld.1, hlm.463, k-6. An-Nikah, b-20. Fil Wali, no.2085
[7] Ibnu Majah, As-Sunan, jz.1, hlm.605, k-9. An-Nikah, b-15. La Nikaha…, no.1881
[8] Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, jz.7, hlm.107-109, k. An-Nikah, b. La Nikaha Illa bi Waliyyin
[9] Ad-Daraquthni, As-Sunan, jld.2, hlm.135, k. An-Nikah, no.3474 dan 3478
[10] Al-Hakim, Al-Mustadrak, jz.2, hlm.170-171
[11] Al-Maushuli, Al-Musnad, jz.6, hlm.197, no.7192
[12]Abdur Razzaq, Al-Mushannaf, jz.6, hlm.196, no.10475, b. An-Nikahu bi Ghairi Waliyyin
[13] Ibnu Balban, Al-Ihsanu bi Tartibi Shahihibni Hibban, jz.6, hlm.153 dan 154, no.4066 dan 4071
[14] Al-Khawarizmi, Jami’ul Masanid, jz.2, hlm.102
[15] Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, jz.3, hlm.442, no.15931 dan 15933
[16] Lihat lampiran I, no.1, hlm.70-73. Tentang definisi hadits shahih, lihat lampiran II, no.2, hlm.86
[17] Ash-Shan’ani menjelaskan:               وَالْمُرَادُ بِالإِشْتِجَارِ مَنْعُ الأَوْلِيَاءِ مِنَ الْعَقْدِ عَلَيْهَا وَهذَا هُوَ الْعَضْلُ
Ash-Shan’ani, Subulus Salam, jz.3, hlm.230. Artinya: Yang dimaksud dengan perselisihan adalah keengganan para wali untuk mengakadnikahkan mauliyyah (perempuan yang diampu) dan inilah yang disebut al-‘adl-l (penghalangan).
[18] At-Turmudzi, As-Sunan, jz.3, hlm.398-399, k-9. An-Nikah, b-14. Ma Ja`a fi La Nikaha Illa bi Waliyyin, no.1102
[19] Ahmad bin Hanbal, Al-Musnad, jld.6, hlm.47, 165-166
[20] Abu Dawud, As-Sunan, jld.1, hlm.462-463, k-6. An-Nikah, b-20. Fil Wali, no.2083 dan 2084
[21] Ibnu Majah, As-Sunan, jz.1, hlm.605, k-9. An-Nikah, b-15. La Nikaha Illa…, no.1879
[22] Ad-Daraquthni, As-Sunan, jld.2, hlm.136, k. An-Nikah, no.3480
[23] Ad-Darimi, As-Sunan, jz.2, hlm.137, k. An-Nikah, b. An-Nahyu ‘anin Nikahi bi ghairi Waliyyin
[24] Sa’id bin Manshur, As-Sunan, jld.3, bag.1, hlm.148-149, k. An-Nikah, b. Man Qala La nikaha Illa bi Waliyyin, no.528
[25] Ibnu Balban, Al-Ihsanu bi Tartibi Shahihibni Hibban, jz.6, hlm.151, k. An-Nikah, b. Al-Wali, no.4062
[26] Al-Hakim, Al-Mustadrak, jz.2, hlm.168
[27] Al-Humaidi, Al-Musnad, jz.1, hlm.112-113, no.228
[28] Asy-Syafi’i, Al-Musnad, jz.2, hlm.11, no.18 dan 19
[29] ‘Abdur Razzaq, Al-Mushannaf, jz.6, hlm.195, no.10472
[30] Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, jz.3, hlm.440, k-9. An-Nikah, b-2. Man Qala La Nikaha Illa bi Waliyyin, no.15913
[31] Ath-Thayalisi, Al-Musnad, hlm.206, no.1463
[32] Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, jz.7, hlm. 105, k. An-Nikah, b. La Nikaha Illa bi Waliyyin
[33] Lihat lampiran I, no.2, hlm.74-77. Tentang pengertian hadits hasan, lihat lampiran II, no.3, hlm.87
[34] Ibnu Majah, As-Sunan, jz.1, hlm.606, k-9. An-Nikah, b-15. La Nikaha Illa bi Waliyyin, no.1882
[35] Asy-Syafi’i, Al-Musnad, jz.2, hlm.13, no.28
[36] Ad-Daraquthni, As-Sunan, jld.2, hlm.139, no.3495, 3496, dan 3497, hlm.139-140, no.3498, hlm.140, no.3499, 3500, dan 3501
[37] Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, jz.7, hlm.110, k. An-Nikah, b. La Nikaha Illa bi Waliyyin.
[38] Lihat lampiran I, no.3, hlm.77-79. Tentang definisi hadits mauquf, lihat lampiran II, no.4, hlm.87
[39] Lihat kembali hlm.9
[40] Ayat ke-50 dari surat Al-Ahzab ini menjelaskan tentang wanita-wanita yang dihalalkan Allah untuk Rasulullah. Salah satunya adalah wanita beriman yang menghibahkan diri kepada beliau. Jika bersedia, beliau boleh menikahi wanita tersebut tanpa memberikan mahar. Kebolehan menikah tanpa mahar ini hanya berlaku bagi Rasulullah saja. Disadur dari Ibnu Katsir, Tafsirul Qur`anil ‘Adhim, jz.3, hlm.499-500
[41] Kata al-ayyim di dalam hadits ini diperselisihkan maknanya. Sebagaimana disebutkan dalam Ikmalul Mu’lim jz.4, hlm.565, para ulama Hijaz (Mekah) dan kebanyakan fuqaha mengartikannya sebagai janda. Adapun para ulama Kufah (Abu Hanifah dan para pengikutnya) dan Zufar berpendapat bahwa makna kata al-ayyim pada hadits tersebut adalah setiap wanita yang tidak bersuami baik janda maupun gadis.
[42] Muslim, Al-Jami’ush Shahih, jz.4, hlm.141, k-16. An-Nikah, b. Isti`dzanuts tsayyib.
[43] Ahmad bin Hanbal, Al-Musnad, jld.1, hlm.219, 241-242, 261, 274, 345, 355 dan 362.
[44] Abu Dawud, As-Sunan, jld.1, hlm.465-466, k-6. An-Nikah, b-26. Fits Tsayyib, no.2098 dan 2099.
[45] At-Turmudzi, As-Sunan, jz.3, hlm. 407, k-9. An-Nikah, b-18. Ma Ja’a fisti`maril Bikri wats Tsayyib, no.1108.
[46] An-Nasai, As-Sunan, jld.3, jz.6, hlm.84-85, k-26. An-Nikah, b-31. Isti`dzanul Bikri fi Nafsiha dan bab-32. Isti`marul Abi….
[47] Ibnu Majah, As-Sunan, jz.1, hlm.601, k-9. An-Nikah, b-11. Isti`marul Bikri wats Tsayyib, no.1870.
[48] Malik, Al-Muwaththa`, hlm.375, k-16. An-Nikah (Isti`marul Bikri wats Tsayyib), no.1103.
[49] Ad-Darimi, As-Sunan, jz.2, hlm.138-139, k. An-Nikah, b-13. Isti`maril Bikri wats Tsayyib.
[50] Ad-Daraquthni, As-Sunan, jld.2, hlm.146, k. An Nikah, no.3534 dan hlm.147, no.3535.
[51] Sa’id bin Manshur, As-Sunan, jld.3, bag.1, hlm.155, k. An-Nikah, b. Ma Ja`a fisti`maril Bikri wats Tsayyib, no.556.
[52] ‘Abdur Razzaq, Al-Mushannaf, jz.6, hlm.142, k. An-Nikah, b. Isti`marun Nisa`i fi Abdla’ihinna, no.10282-10283.
[53] Lihat lampiran I, no.4,hlm.79
[54] Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, jld.3, jz.6, hlm.164, k-67. An-Nikah, b-42. La Yunkihul Abu wa La Ghairuhu…, no.5136.
[55] Muslim, Al-Jami’ush Shahih, jz.4, k-16, An-Nikah, hlm.140
[56] Abu Dawud, As-Sunan, jld.1, hlm. 464, k-6. An-Nikah, b-24. Fil Isti`mar, no. 2092
[57] An-Nasai, As-Sunan, jld.3, jz.6, hlm.85, k-26. An-Nikah, b-33. Isti`maruts tsayyibi fi Nafsiha, dan hlm.86, b-34. Idznul Bikr
[58] Ibnu Majah, As-Sunan, jz.1, hlm.601-602, k-9. An-Nikah, b-15. Isti`marul Bikri wats Tsayyib, no.1871
[59] Ad-Darimi, As-Sunan, jz.2, hlm.138, k. An-Nikah, b-13. Isti`marul Bikri wats Tsayyib
[60] Sa’id bin Manshur, As-Sunan, jld.3, bag.1, hlm.154, k. An-Nikah, b. Ma Ja`a fisti`maril Bikri wats Tsayyib, no.554
[61] Lihat lampiran I, no.5, hlm.80
[62] Ibnu Majah, As-Sunan, jz.1, hlm.602-603, b-12. Man Zawwajabnatahu wa Hiya Karihah, no.1874
[63] Tentang definisi hadits mursal, lihat lampiran II, no.5, hlm.87
[64] ‘Abdur Razzaq, Al-Mushannaf, jz.6, hlm.146, k. An-Nikah, b. Ma Yukrahu ‘alaihi ...., no.10302
[65] An-Nasai, As-Sunan, jld.3, jz.6, hlm.86-87, b-36. Al-Bikru Yuzawwijuha Abuha wa Hiya Karihah
[66] Ad-Daraquthni, As-Sunan, jld.2, hlm.143, k. An-Nikah, no.3515, 3516 dan 3517
[67] Tentang definisi syahid, lihat lampiran II, no. , di hlm.
[68] Lihat lampiran I, no.6, hlm.80-81. Tentang definisi hadits hasan li ghairihi, lihat lampiran II, no.7, hlm.87
[69] Seperti inilah yang tertcantum dalam kitab Al-Mushannaf yang penulis kutip. Barangkali yang benar ialah وَلَمْ آلُهَا. Wallahu a'lam.
[70] Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, jz.3, hlm.443, k-9. An-Nikah, b-4. Man Ajazahu ...., no.15947
[71] Sa’id bin Manshur, As-Sunan, jld.3, bag.1, hlm.157, b. Ma ja`a fisti`maril Bikri wats ...., no.568
[72] ‘Abdur Razzaq, Al-Mushannaf, jz.6, hlm.146-147, k. An-Nikah, b. Ma Yukrahu ‘alaihi minan Nikahi Fala Yajuzu, no.10303 dan 10304
[73] Lihat lampiran I, no.7, hlm.81-82
[74] An-Nasai, As-Sunan, jld.3, jz.6, hlm.81-82, k. An-Nikah, b-28. Inkahul Ibni Ummah
[75] Ahmad bin Hanbal, Al-Musnad, jld.6, hlm.295, 313-314 dan 317-318
[76] Ibnu Sa’d, Ath-Thabaqatul Kubra, jz.8, hlm.71, no.4130. Tarjamah (riwayat hidup) Ummu Salamah
[77] Al-Maushuli, Al-Musnad, jz.6, hlm.81-83, no.2871 dan 2872
[78] Al-Hakim, Al-Mustadrak, jz.2, hlm.178-179
[79] Ibnu Balban, Al-Ihsanu bi Tartibi Shahihibni Hibban, jz.4, hlm.263-264, no.2938
[80] Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, jz.7, hlm.131, k. An-Nikah, b. Al-Ibnu Yuzawwijuha….
[81] Al-Baihaqi, As-Sunanul Kubra, jz.7, hlm.131, k. An-Nikah, b. Al-Ibnu Yuzawwijuha….
[82] Lihat lampiran I, no.8, di hlm.82-83. Tentang definisi hadits dla'if, lihat lampiran II, no.8, hlm.87
[83] Abu Dawud, As-Sunan, jld.1, hlm.463, k-6. An-Nikah, b-20. Fil Wali, no.2086
[84] Ahmad bin Hanbal, Al-Musnad, jz.6, hlm.427
[85] Lihat lampiran I, no.9, hlm.83
[86] Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, jld.3, jz.6, hlm.164, k-67. An-Nikah, b-41. As-Sulthanu Waliyyun, no.5135
[87] Ahmad bin Hanbal, Al-Musnad, jz.5, hlm.330
[88] Muslim, Al-Jami’ush Shahih, ,jz.4, hlm.143. k-16. An-Nikah, b. Shadaqun wa Jawazu Kaunihi….
[89] Abu Dawud, As-Sunan, jld.1, hlm.468-469, k-6. An-Nikah, b-31. Fit Tazwiji ‘alal ‘amali yu’mal, no.2111
[90] At-Turmudzi, As-Sunan, jz.3, hlm.412-413, k-13. An-Nikah, b-23. Minhu (Ma Ja`a fi Muhurin Nisa`, no.1114
[91] Ibnu Majah, As-Sunan, jz.1, hlm.608, k-9. An-Nikah, b-17. Shadaqun Nisa`, no.1889
[92] Ad-Darimi, As-Sunan, jz.2, hlm.142, k-11. An-Nikah, b-19. Ma Yajuzu an Yakuna Mahran
[93] Malik, Al-Muwaththa`, hlm.275, k-28. An-Nikah (Ma Ja`a fish Shadaq), no.1107
[94] Ibnu Balban, Al-Ihsanu bi Tartibi Shahihibni Hibban, jld.4, jz.6, hlm.157-158, k. An-Nikah, b. Ash-shadaq, no.4081
[95] Lihat lampiran I, no.10, di hlm.83
[96] Tentang definisi atsar, lihat lampiran II, no.9, hlm.88
[97] Malik, Al-Muwaththa`, hlm.293, k-17. Ath-Thalaq (Ma La Yubayyanu fit Tamlik), no.1171
[98] Lihat lampiran I, no.11, hlm.84
[99] Ibnu Sa’d, Ath-Thabaqatul Kubra, jld.8, hlm.344, no. 4648
[100] Al-Bukhari, Shahihul Bukhari, jld.3, jz.6, hlm.162, k-67. An-Nikah, b-38. Idza Kanal Waliyyu Huwal Khathib. Tentang definisi hadits mu’allaq, lihat lampiran II, no.10, hlm.88
[101] Lihat lampiran I, no.12, hlm.84-85

0 Response to "MENJADI WALI AKAD NIKAH. Bag. 2"

Post a Comment