(( Memperbaiki Diri Dengan Al-Qur'an dan As-Sunah ))

MENJADI WALI AKAD NIKAH

Berkaitan dengan pembahasan kedudukan hukum wali dalam akad nikah, ada beberapa hal yang perlu penulis jelaskan sebagai berikut.
     1. Pengertian Wali
Kata wali merupakan kata serapan dari bahasa Arab وَلِيٌّ. Kata wali (وَلِيٌّ) mempunyai bentuk jamak أَوْلِيَاءُ.[1] Kata wali merupakan lafdhun musytarak (kata yang mempunyai arti lebih dari satu[2]). Adapun arti yang penulis maksudkan pada pembicaraan ini adalah:

كُلُّ مَنْ وَلِىَ أَمْرًا أَوْ قَامَ بِهِ.[3]

Setiap orang yang mengurusi suatu perkara atau bertanggung jawab atasnya.

Arti ini terdapat pula di dalam kitab An-Nihayatu fi Gharibil Haditsi wal Atsar.[4] Jadi, menurut pengertian bahasa, orang yang memegang suatu urusan apa pun dan bertanggung jawab atasnya bisa disebut sebagai wali, sebagaimana dalam bahasa Indonesia dikenal istilah wali murid untuk orang yang mengurusi dan bertanggung jawab dengan segala sesuatu yang menyangkut diri seorang murid, wali kelas bagi guru yang mengurusi dan bertanggung jawab terhadap hal-hal yang berkaitan dengan sebuah kelas di suatu sekolah berikut anak didiknya, dan lain-lain.
Adapun istilah wali yang akan penulis bahas pada makalah ini adalah orang yang memiliki wewenang untuk menikahkan wanita yang dalam bahasa Arab terkenal dengan istilah waliyyul mar`ah sebagaimana ditulis oleh Ibnu Mandhur Al-Afriqi[5] dan Ibrahim Unais[6] dalam kamus masing-masing sebagai berikut:
وَلِيُّ الْمَرأَةِ: مَنْ يَلِى عَقْدَ النِّكَاحِ عَلَيْهَا وَلاَ يَدَعُهَا تَسْتَبِدُّ بِعَقْدِ النِّكَاحِ مِنْ دُوْنِهِ.
Wali perempuan: orang yang mengurusi akad nikah atasnya dan tidak membiarkannya melangsungkan akad nikah sendiri tanpa perwaliannya.

2.    Orang-orang yang Berhak Menjadi Wali dalam Akad Nikah
Dari sejumlah kitab yang telah penulis telaah, penulis dapati ada beberapa golongan orang yang berhak menjadi wali dalam pernikahan, yaitu:
2.1  Kerabat
Sayyid Sabiq mengatakan[7] bahwa menurut segolongan besar ulama, di antaranya: Malik, Ats-Tsauri, Al-Laits dan Asy-Syafi’i[8], kerabat yang berhak menjadi wali nikah adalah ‘ashabah saja.[9]
2.2  Pemilik budak (bagi budaknya)[10]
2.3  Maula (orang yang memerdekakan)
Jumhur ulama berpendapat bahwa maula berhak menjadi wali nikah bagi bekas budaknya. Demikian pula 'ashabah maula tersebut jika maula tidak ada.[11]
2.4  Kafil (orang yang menanggung kebutuhan hidup seseorang)
Ulama madzhab Maliki berpendapat bahwa kafil seorang wanita mempunyai hak perwalian nikah atas perempuan tersebut dengan syarat-syarat tertentu.[12]
2.5  Sulthan (penguasa Islam)
Berdasarkan keterangan Al-Muwaffiq, tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama bahwa sulthan memiliki hak perwalian nikah atas seorang wanita ketika wali-walinya tidak ada atau mereka menghalangi pernikahan wanita tersebut.[13]

B E R S A M B U N G . . .



[1] Ibrahim Unais et al., Al-Mu’jamul Wasith, hlm.1058, kol.1
[2] Ibrahim Unais et al., Al-Mu’jamul Wasith, hlm.480, kol.3
[3] Ibrahim Unais et al. ,Al-Mu’jamul Wasith, hlm.1058, kol.1
[4] Ibnul Atsir, An-Nihayatu fi Gharibil Haditsi wal Atsar, jz.5, hlm.228
[5] Ibnu Mandhur, Lisanul ‘Arab, jz.15, hlm.401
[6] Ibrahim Unais et al., Al-Mu’jamul Wasith, hlm.1058, kol.1
[7] Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, jz.2, hlm.132
[8] Asy-Syafi’i, Al-Umm, jld.3, jz.5, hlm.14-15
[9] ‘Ashabah yang dimaksud di sini ialah ‘ashabah dalam ilmu faraidl (pembagian warisan). Mereka adalah: anak laki-laki, anak laki-lakinya dan urut-urut ke bawah; bapak, kakek dan urut urut ke atas; saudara laki-laki sekandung maupun sebapak, anak laki-lakinya dan urut-urut ke bawah; dan paman sekandung ataupun sebapak, anak laki-lakinya dan urut-urut ke bawah. Disadur dari Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, jz.3, hlm.266
[10] Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘alal Madzahibil ‘Arba’ah, jld.4, hlm.26.
[11] Asy-Syaukani, Nailul Authar, jz.6, hlm.102
[12] Al-Jaziri, Al-Fiqhu ‘alal Madzahibil Arba’ah, jld.4, hlm.26
[13] Al Kandahlawi, Aujazul Masalik, jld.9, hlm.280

0 Response to "MENJADI WALI AKAD NIKAH"

Post a Comment