Isbal adalah menjulurkan pakaian
melebihi batas mata kaki. Hal tersebut baik berupa celana, sarung, gamis, atau
semisalnya.
2.
Hukum Isbal
Islam dengan tegas melarang cara
berpakaian yang isbal, bahkan hal tersebut merupakan diantara dosa besar. Namun
dalam masalah ini, ada dua jenis dalil. Yang pertama adalah haramnya isbal
secara mutlak. Hal tersebut sebagaimana keumuman hadist yang diriwayatkan oleh
abu hurairah radhiallahu ‘anhu, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
مَا
أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki
tempatnya adalah neraka”[1]
Yang kedua adalah haramnya
isbal disertai dengan rasa sombong. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadist
yang diriwayatkan oleh abu hurairah radhiallahu
‘anhu, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
[1] HR. Bukhari
No. 5787
لاَ
يَنْظُرُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا
“Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan
memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong” [2]
3. Perbedaan
Pendapat
Ulama sepakat akan haramnya isbal yang
disertai rasa sombong. Namun mereka berbeda pendapat dalam hal isbal yang tanpa
disertai rasa sombong. Sebagian tetap mengharamkannya seperti, Ibnu Hajar [3],
Ibnu Baaz, Ibnu ‘Utsaimin, Al-Albani dan yang lainnya. Sebagian yang lain membolehkan
dengan ketidaksukaan (memakruhkannya), seperti Imam An-Nawawi. Namun demikian,
sebagai seorang muslim hendaklah sebelum memilih suatu pendapat, dia memahami
permasalahan secara mendalam, sehingga dia bisa memilih pendapat yang lebih
mendekati kebenaran, bukan memilih pendapat yang sesuai dengan hawa nafsunya
belaka.
4. Sanggahan Untuk
Pendapat Yang Memakruhkannya
Sebagian ulama yang beranggapan bahwa
isbal yang terlarang adalah isbal yang disertai rasa sombong. Hal itu karena
mereka memaknai hadist pertama di atas dengan hadist kedua di atas. Dengan kata
lain, makna mutlak pada hadits pertama mereka batasi (taqyid) dengan
makna hadist kedua.
Hal itu kurang tepat karena syarat
membawa makna mutlak kepada makna pengecualian adalah antara kedua dalil
mempunyai konsekuensi hukum yang sama. [4] Padahal, kedua dalil di atas
mengandung konsekuensi hukum yang berbeda. Ancaman pada hadist kedua adalah
lebih besar, yaitu tidak akan dipandang oleh Allah dan tentunya pasti diancam masuk
neraka. Oleh karena itulah, tidak bisa hadist yang pertama dibawa kepada makna
pengecualian kepada hadist kedua. Sehingga kesimpulannya, kedua keadaan isbal
tersebut adalah haram. Namun isbal yang disertai dengan kesombongan tentu
dosanya lebih basar.
Dalil lain yang melemahkan pendapat yang memakruhkan
adalah hadist yang yang diriwayatkan dari Asy-Syarid radhiallahu ‘anhu bahwa beliau berkata :
أَبْصَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَجُلًا يَجُرُّ إِزَارَهُ ، َأَسْرَعَ إِلَيْهِ أَوْ:
هَرْوَلَ،فَقَالَ:”ارْفَعْ إِزَارَكَ ، وَاتَّقِ اللَّهَ ” ،قَالَ : إِنِّي
أَحْنَفُ ، تَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ ، فَقَالَ: ” ارْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّ كُلَّ
خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ” ،فَمَا رُئِيَ ذَلِكَ الرَّجُلُ بَعْدُ
إِلَّا إِزَارُهُ يُصِيبُ أَنْصَافَ سَاقَيْهِ، أَوْ: إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْه
___________________________________________________________________________
[2] HR. Bukhari No. 5788
[3] Fathul
Bari, 13/266, Ibnu Hajar Al-Asqalani
[4] Al Ushul
Min ‘Ilmil Ushul, Hal. 44-45, Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam melihat
seorang laki-laki yang pakaiannya terseret sampai ke tanah, kemudian Rasulullah
bersegera (atau berlari) mengejarnya. Kemudian beliau bersabda: “angkat pakaianmu, dan bertaqwalah kepada Allah“.
Lelaki itu berkata: “kaki saya bengkok, lutut saya tidak stabil ketika
berjalan”. Nabi bersabda: “angkat pakaianmu, sesungguhnya semua ciptaan
Allah ‘Azza Wa Jalla itu baik”. Sejak itu tidaklah lelaki
tersebut terlihat kecuali pasti kainnya di atas pertengahan betis, atau di
pertengahan betisnya. [5]
Dari hadist di atas kita
dapati bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menanyakan
kepada lelaki tersebut kenapa dia isbal. Akan tetapi rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam langsung mengingkarinya, bahkan beliau tetap
mengingkarinya walaupun lelaki tersebut menyampaikan udzurnya.
Hal tersebut juga tidak hanya beliau
lakukan kepada seorang saja. Diantaranya juga beliau pernah menegur langsung
ibnu ‘umar dan sufyan bin abi sahl tanpa mengecek maksud sahabatnya dalam
melakukan isbal.
5. Salah Satu Syubhat
Serta Penjelasannya
·
Berdalil Dengan Keadaan Abu
Bakar Ash-Shidiq
Diriwayatkan dari ‘abdullah bin ‘umar radhiallahu ‘anhuma, ia berkata
bahwa rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ
اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: إِنَّ أَحَدَ شِقَّىْ
ثَوْبِى يَسْتَرْخِى إِلاَّ أَنْ أَتَعَاهَدَ ذَلِكَ مِنْهُ .فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم :إِنَّكَ لَسْتَ تَصْنَعُ ذَلِكَ خُيَلاَءَ.
“Barangsiapa
yang menjulurkan pakaiannya dengan sombong, Allah tidak akan melihat dirinya
pada hari kiamat.” Lantas Abu Bakar berkata, “Sungguh salah satu ujung celanaku
biasa melorot kecuali saat aku tidak lengah memperhatikannya.” Maka
rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda : “Engkau bukan melakukannya karena
sombong”. [6]
Perhatikanlah
dengan seksama hadist di atas. Abu bakar tidaklah sengaja menjulurkan
pakaiannya melebihi mata kaki. Artinya, hukum asalnya pakaian beliau tidaklah
isbal (melebihi mata kakinya), hanya saja beliau terkadang lengah dalam
menjaganya. Hal tersebut dikarenakan beliau adalah orang yang kurus, sehingga
terkadang pakaiannya melorot tanpa beliau sadari, sehingga membutuhkan
perhatian lebih dalam menjaga pakaiannya agar tidak melorot melebihi mata kaki.
___________________________________________________________________________
[5]. HR. Ahmad
No. 2865
[6]. HR. Bukhari No.
3655
Di sisi lain,
rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan pembelaan kepada abu bakar bahwa beliau tidaklah
melakukannya untuk kesombongan karena abu bakar tidak dengan sengaja dalam
menjulurkan pakainnya melebihi mata kaki. Dengan begitu bukankah bisa kita
pahami kondisi orang yang sebaliknya, yaitu yang menjulurkan pakaianya melebihi
mata kaki dengan sengaja adalah melazimkan kesombongan?
6.
Diantara Hikmah Larangan Isbal
Seorang muslim tentu meyakini bahwa apa yang
telah disyariatkan di dalam islam mengandung kebaikan bagi dirinya. Tak
terkecuali larangan isbal. Padanya terkadung banyak sekali hikmah baik yang
nampak jelas maupun yang tidak. Diantara hikmah larangan isbal adalah sebagai
berikut :
·
Menjauhi Kesombongan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ
فَإِنْ أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ
فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ
“… Dan naikan kain sarungmu sampai
pertengahan betis. Kalau engkau enggan, maka sampai mata kaki. Jauhilah isbal
dalam memakai kain sarung. Karena isbal itu adalah kesombongan. Dan Allah tidak
menyukai kesombongan…” [7]
·
Pakaian Lebih Awet dan Bersih
Serta Lebih Meneladani Rasulullah
Diriwayatkan
dari ‘Ubaid bin Kholid radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
كُنْت أَمْشِي
وَعَلَيَّ بُرْد أَجُرّهُ, فَقَالَ لِي رَجُل: اِرْفَعْ ثَوْبك فَإِنَّهُ
أَنْقَى وَأَبْقَى , فَنَظَرْت فَإِذَا هُوَ
النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَقُلْت: إِنَّمَا هِيَ بُرْدَة
مَلْحَاء, فَقَالَ: أَمَا لَك فِيَّ أُسْوَة؟ قَالَ: فَنَظَرْت فَإِذَا إِزَاره
إِلَى أَنْصَاف سَاقَيْهِ
“Tatkala aku sedang berjalan
sambil burdahku terseret di tanah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil
berkata, "Tinggikan pakaianmu! Sesungguhnya hal itu lebih membuat pakaian
bersih dan awet." Ternyata dia adalah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Aku pun beralasan, "Ini Burdah Malhaa. Maka rasulullah menjawab,
"Tidakkah engkau meniruku?" Maka aku melihat pakaian beliau hingga
setengah betis”.[8]
___________________________________________________________________________
[7]. HR. Abu Dawud No. 4084
[8]. HR. Ahmad No. 364
Wanita diwajibkan
memakai pakaian yang menutup aurat mereka secara sempurna. Diantaranya adalah
menjulurkan pakaiannya melebihi mata kaki, sehingga yang terliahat hanyalah
wajah dan telapak tangan. Oleh karena itu, cara berpakaian isbal merupakan
kekhususan bagi wanita, maka hendaknya laki-laki menjauhi cara berpakaian yang
menyerupai mereka.
Ibnu ‘abbas radhiallahu
‘anhu mengatakan :
لَعَنَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ،
وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang
menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki. [9]
PENUTUP
Terlepas dari
perbedaan pendapat diantara para ulama. Hendaklah seorang muslim itu lebih
bersikap hati-hati dan keluar dari perbedaan pendapat diantara ulama dan
memilih pendapat yang lebih aman dan menenangkan. Apalagi seperti uraian di
atas, terlihat bahwa pendapat yang mengharamkan isbal secara mutlak adalah
lebih kuat, yaitu isbal tanpa kesombongan dan isbal disertai kesombongan adalah
dua perbuatan dosa yang berbeda. Masing-masing diancam dengan ancaman yang
sangat keras.
Oleh karena
itulah, selayaknya seorang muslim menjauhi perbuatan ini. Disebabkan banyaknya
hikmah dari larangan tersebut. Apalagi amalan ini bukanlah amalan yang sangat
memberatkan, sehingga bersikap hati-hati tentu lebih bijaksana. Allahu ‘alam.
[9]. HR. Bukhari
No. 5885
----
ditulis. Akh. Faisal. Santri ma'had Ilmi 2015
0 Response to "MELURUSKAN PEMAHAMAN BOLEHNYA ISBAL TANPA DISERTAI KESOMBONGAN"
Post a Comment