(( Memperbaiki Diri Dengan Al-Qur'an dan As-Sunah ))

PERLUASAN KA’BAH

يَاعَائشَةُ، لَوْلاَ اَنَّ قَوْمِكِ حَدِيْثُوْ عَهْدٍ بِشْرِكٍ [ وَلَيْسَ عِنْدِىْ مِنَ النَّفَقَةِ مَا يُقَوِّىْ عَلىٰ بَنَاءِه ،] َلاَنْفَقْتُ كَنْزَ الْكَعْبَةِ ، فِى سَبِلِ اﷲِ ، وَ ] لَهَدَمْتُ الْكَعْبَةِ ، فَاَزْلَقْتُهَا بِاْلاَرْضِ [ ثًمَّ لَبَنَيْتُهَا عَلىٰ اَسَاسِ اِبْرَهِيْمَ ] وَجَعَلْتُ لَهَا بَيْنِ بَابًا شَرْقِيًّا [يَدْخُلُ النَّاسُ مِنْهُ ] ، وَبَابًا غَرْبِيًّا [يَخْرُجُوْنَ مِنْهُ ] [ وَاَلْزَقْتُهَا بِاْلاَرْضِ ] وَزِدْتُ فَيْهَا سِتَّةَ اَذْرُعٍ مَنَ الْحِجْرَ – وَفِى رِوَايَةٍ : وَ َلاَدْخَلْتُ فِيْهَاالْحِجْرَ . فَاِنَّ قُرَيْشًااقْتَصَرَتْهَا حَيْثُ بَنَتِ الْكَعْبَةَ. [ فَاِنْ بَدَالِقَوْمِكِ مِنْبَعْدِى اَنْ يَبْنُوْهُ فَهَلُمِّىْ لاُِرِيَكِ مَاتَرَكُوْ مِنْهُ فَاَرَاهَا قَرِيْبً مِِنْ سَبْعَةِ اَذْرُعٍ ]



“Wahai Aisyah, seandainya kamu bukanlah orang-orang yang baru saja berlalu dari kemusyrikan, (dan saya tidak memiliki biaya untuk pembangunannya), (niscaya saya akan menginfakkan simpanan Ka’bah ke jalan Allah, dan) niscaya saya akan merobohkan Ka’bah dan meratakannya dengan tanah. (Kemudian akan aku bangun di atas pondasi Nabi Ibrahim). Saya akan menjadikan dua pintu baginya. Satu pintu di sebelah timur (sebagai pintu masuk) dan satu pintu lainnya di sebelah barat (sebagai pintu keluar). (Saya akan meratakannya dengan tanah). Saya akan menambah luasnya enam hasta lagi dari Hijir Isma’il. (Pada riwayat yang lain: Dan niscaya saya akan memasukkan Hijir ke dalamnya). Orang Quraisy telah membatasinya ketika membangunnya. (Jika sesudah wafat saya nanti kaummu benar-benar membangunnya, maka kemarilah, saya akan menunjukkan kepadamu apa yang mereka tinggalkan (lupakan). Saya melihat bangunanya kurang lebih tujuh hasta).”

Di dalam riwayat lain Aisyah menuturkan: “Saya bertanya kepada Rasulullah shollahu 'alahi wasalam tentang Hijir Isma’il, apakah itu termasuk Baitullah?” Beliau menjawab: “Benar.” Saya bertanya lagi: “Mengapa mereka tidak memasukkannya ke (bangunan) Baitullah?” Beliau menjawab: “Karena kaummu terdesak oleh kebutuhan hidupnya.” Saya bertanya lagi: “Mengapa pintunya tinggai?” Beliau menjawab: “Hal itu dilakukan oleh kaummu agar mereka bisa memasuikkan orang-orang yang mereka kehendaki dan melarang orang-orang yang mereka kehendaki pula.” (Dalam riwayat lain disebutkan: “Hal itu mereka lakukan karena mereka berbangga diri untuk memasukkan orang-orang yang hanya mereka kehendaki ke dalamnya. Orang yang akan memasukinya mereka persilahkan untuk menaikinya. Tetapi jika ia hamper memasukinya, mereka menariknya hingga terjatuh. Kaummu merupakan orang-orang yang baru saja hidup dalam masa jahiliyah, oleh karena itu saya khawatir hati mereka akan membenci saya, maka saya punya pandangan agar hijir itu dimasukkan ke dalam Baitullah dan menempelkan pintunya ke tanah).” Maka tatkala Ibnu Zubair naik tahta, ia merombaknya dan menjadikan dua pintu untuknya. (Riwayat lain menyebutkan: Itulah yang mendorong Ibnu Zubair untuk merombaknya). Yazid bin Rouman berkata: “Saya benar-benar melihat Ibnu Zubair merobohkan dan membangunnya kembali serta memasukkan hijir ke dalamnya. Saya melihat pondasi Ibrahim terdiri dari batu yang ditata rapi seperti punggung onta.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari (1/44, 491,3/97, 4/412), Imam Muslim (4/99-100), Abu Na’im di dalam Al-Mustakhraj (no. 174/2), An-Nasa’I (3/34-35), At-Tirmidzi (1/166) dan menilainya shahih. Ad-Darimi (1/53-54), Ibnu Majah (2955), Malik (1/363), Al-Azraqi di dalam Akhbar Makkah (hal. 144-145, 218-219), dan Imam Ahmad (6/57, 67, 92, 102, 113, 136, 176,179, 239, 347, 253, dan 262) melalui beberapa jalur dari Aisyah rodiyallahu anha

Kandungan Hukum Hadits

Hadits ini mempunyai dua kandungan hokum :



  1. Melakukan perombakan jika menimbulkan kerusakan yang lebih besar, maka harus ditunda. Dari sini pula lah para Ulama Fiqh menetapkan adanya kaidah “Menghindari kerusakan sebelum menarik kemaslahatan.”

  2. Ka’bah sekarang ini sangat perlu dibangun, seperti apa yang dikemukakan oleh hadits di atas, sebab alasan Nabi e untuk menunda pembangunannya telah hilang, yaitu larinya orang-orang Quraisy dari sisi Nabi e (Islam) disebabkan karena baru saja hidup di masa jahiliyah. Ibnu Bathal mengutip suatu pendapat dari sebagian ulama yang menyatakan bahwa kekhawatiran Nabi shollahu 'alahi wasalam akan larinya kaum Quraisy (dari Islam) karena beranggapan bahwa Nabi shollahu 'alahi wasalam (hendak) berbangga diri.

Pembagunan itu setidaknya dapat dirumuskan sebagai berikut:



  1. Menambah luasnya dan membangunnya di atas pondasi Ibrahim, yaitu dengan cara menambah kurang lebih enam hasta dari daerah hijir.

  2. Meratakan bagian bawahnya dengan tanah haram (Makkah).

  3. Membuka pintu baru di sebelah barat.

  4. Membuat dua pintu yang bawahnya bertemu dengan tanah agar serasi dan memudahkan bagi siapa saja yang ingin memasukinya atau keluar darinya.

Abdullah bin Zubair telah merealisasikan pembangunan ini secara sempurna ketika ia berkuasa di Makkah. Tetapi karena politik kotor pemerintahan sesudahnya, Ka’bah dikembalikan seperti sedia kala. Berikut ini saya paparkan peristiwanya secara lengkap yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Na’im dengan riwayat shahih dari Atha’ yang menuturkan:

“Ketika Ka’bah terbakar pada masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah karena serangan tentara Syam, maka Ibnu Zubair membiarkannya sampai musim haji tiba. Ia ingin membalas menghancurkan mereka. Tatkala para jemaah datang, ia meminta pertimbangan: “Wahai sekalian manusia beritahukan kepadaku tentang Ka’bah, apakah aku harus merobohkannya kemudian aku bangun kembali ataukah hanya perlu diperbaiki (direhab) yang rusak saja?” Ibnu Abbas mengusulkan: “Bolehkah saya mengajukan pendapat saya? Saya berpendapat sebaiknya direhab saja apa yang telah rusak tanpa merubahnya, tanpa merubah baitul-haram dan hajar aswad. Anda tak perlu merubah letak batu yang telah menjadi sejarah bagi masuk Islamnya orang-orang kafir dan menjadi tempat bersejarah bagi diutusnya Nabi.” Ibnu Zubair berkata: “Seandainya salah seorang di antara kalian rumahnya dibakar, tentu tidak akan rela apabila belum dibangun seperti sedia kala, lalu bagaimana dengan rumah Tuahn-mu? Saya akan istikharah dahulu selama tiga hari.” Tatkala tiga hari telah berlalu, Ibnu Zubair membulatkan niatnya untuk membangun kembali Ka’bah itu. Selanjutnya orang-orang berebut untuk menjadi orang pertama yang dapat menaikinya, atas perintah dari langit! Sehingga seorang diantara mereka berhasil menaikinya pertama kali namun kemudian menjatuhkan sebuah batu dari sana. Hingga salah seorang ada yang terkena batu itu. Kemudian bersama-sama mereka merobohkannya hingga rata dengan tanah. Ibnu Zubair segera membuat tiang-tiang penyangga dan menutupinya dengan satir sampai bangunannya agak tinggi (baru dibuka kembali). Lalu Ibnu Zubair berkata: “Saya mendengar Aisyah ra menuturkan: “Saya mendengar Rasulullah shollahu 'alahi wasalam bersabda: (Kemudian Ibnu Zubair menyebutkan sabda Nabi shollahu 'alahi wasalam di atas, lalu ia berkata:) Sekarang saya dapat menemukan biaya dan tidak lagi mengkhawatirkan kondisi masyarakat.”


Lalu Ibnu Zubair menambahnya lima hasta lagi dari Hijr Isma’il sehingga pondasinya dapat dilihat, dan membangunnya sehingga panjangnya menjadi delapan belas hasta. Tetapi ia masih menganggap kurang panjang, lalu ditambahinya sepuluh hasta lagi. Pondasinya pun mulai terlihat. Ia menjadikan dua pintu, satu pintu masuk dan satu pintu keluar. Tatkala Ibnu Zubair terbunuh, Al-Hajjaj berkirim surat kepada Abdulmalik bin Marwan memberitahukan semua itu. Ia memberitahukan bahwa Ibnu Zubair membangun pondasi yang disaksikan oleh orang-orang Makkah yang adil. Lalu Abdulmalik membalas surat kepadanya: “Kita tidak boleh mewarisi warisan Ibnu Zubair sedikitpun. Panjangnya memang saya akui, tetapi mengenai penambahannya dari Hijr Ismail harus kita tutup.” Kemudian Al-Hajjaj pun menghancurkannya dan membangunnay seperti sedia kala.

Itulah yang dilakukan oleh Al-Hajjaj tanpa piker panjang, atas perintah Abdulmalik yang sebenarnya melakukan kesalahan besar. Saya tidak menduga bahwa ia akan menyesali kesalahannya itu (pada penjelasan berikutnya). Imam Muslim dan Abu Na’im juga mendapatkan riwayat dari Abdullah bin Ubaid:

“Al-Harits bin Abdullah mengirimkan utusan kepada Abdulmalik bin Marwan pada masa pemerintahannya. Menanggapi itu Abdulmalik berkata: “Saya tidak mengira bahwa Abu Hubaib (yakni Ibnu Zubair) benar-benar mendengar sabda Nabi shollahu 'alahi wasalam itu dari Aisyah tepat seperti apa yang dikatakannya itu.”

Al Harits pun berkata: “Benar, saya mendengar hadits itu dari Aisyah.”

Abdulmalik bertanya lagi: “Engaku mendengar apa darinya?”

Al-Harits menjawab: “Aisyah berkata: “Rasulullah e bersabda: (Kemudian ia menyebutkan sabda Nabi e di atas).

Mendengar itu Abdul Malik berkata kepada Al-Harits: “Engkau benar-benar mendengar semua ini darinya?” Al-Harits menjawab: “Benar.”

Abdulmalik berhenti sejenak bersandar kepada tongkatnya. Lalu menambahkan: “Saya senang mendengar hadits itu, tapi mengapa sejak dulu engaku membiarkan saja saya merombak kembali Ka’bah itu.”

Riwayat lain dari keduanya dari Abu Quz’ah menyebutkan: “Suatu ketika Abdulmalik bin Marwan bertawaf di Baitullah. Tiba-tiba ia berkata: “Semoga Allah memurkai Ibnu Zubair, karena ia mengaku bahwa ia mendengar Aisyah berkata: (Lalu ia menuturkan haditsnya). Mendengar itu Al-Harits menyahut: “Jangan berkata demikian, Wahai Amirul Mukminin, sebab saya sendiri juga benar-benar mendengar Aisyah berkata seperti itu.” Lalu Abdulmalik pun berkata: “Kalau engaku mengatakan hal itu sebelum aku merombaknya, tentu aku akan mengikuti apa yang dikatakannya, dan membangun seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Zubair.”


Saya berpendapat: Sebenarnya Abdulmalik dapat menanyakan hal itu kepada orang-orang yang tahu sebelum dia melakukan perombakan, jika ia tidak merasa yakin dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Zubair, atau meragukan kebenarannya bahwa itu dari Rasulullah e. Akhirnya jelas bagi Abdulmalik tentang kebenaran apa yang dikatakan oleh Ibnu Zubair setelah diakui juga oleh Al-Harits sebagaimana orang banyak juga memberitahukannya bahwa hadits itu dari Aisyah ra. Sedang perawi-perawinya pun satu sama lain bersepakat meriwayatkannya. Karena itu saya kira sebelum melakukan perombakan, sebenarnya Abdulmalik mengetahui yang sebenarnya tentang sabda Nabi e tersebut, tetapi ia berpura-pura tidak tahu, atau mengatakan bahwa hal itu hanya ia dengar dari Ibnu Zubair yang dia ragukan kebenarannya. Dan ketika Al-Harits membenarkan perkataan Ibnu Zubair, bisa saja ia hanya berpura-pura menampakkan penyesalannya. Penyesalan yang tiada guna.


Saya juga mendengar ada inisiatif untuk melebarkan tempat thawaf dan memindahkan Maqam Ibrahim ke tempat lain. Untuk itu pada kesempatan ini saya mengusulkan kepada para penugasa agar secepatnya meluaskan Ka’bah (tempat thawaf) sebelum terlambat dan membangunnya sesuai dengan pondasi dari Nabi Ibrahin as. Semua itu demi menunjukkan rasa cinta kita kepada junjungan kita Nabi Muhammad e dan menyelamatkan manusia dari masalah desak-desakan di depan pintu Ka’bah sebagaimana kita saksikan setiap tahun. Saya juga mengusulkan agar penjaga tidak melarang siapa saja yang ingin memasukinya.


Selang beberapa saat kemudian saya mendengar bahwa hal itu telah terrealisir. Maqam Ibrahim telah dipindah ke tempat yang agak jauh dari Ka’bah dan tidak dibangun sesuatu di atasnya. Mereka juga meletakkan peti emas agar Maqam itu bisa terlihat dari kejauhan. Mungkin mereka merealisasikan apa yang saya usulkan itu. Wallahul-Muwaffiq.

0 Response to "PERLUASAN KA’BAH"

Post a Comment