Para ulama sepakat menetapkan bahwa hukum menyembelih hewan udhiyah adalah sunnah muakkadah, bukan wajib. Sehingga pada dasarnya seseorang tidak bisa dikatakan berdosa manakala tidak melakukannya.
Al-Malikiyah mengatakan bila ada seseorang yang punya harta yang lebih dan mampu untuk menyembelih udhiyah, tapi tidak melakukannya, maka dia dibenci. Istilah itu lebih kita kenal dengan sebutan makruh.
Namun perbuatan makruh bukanlah perbuatan haram yang melahirkan dosa. Jadi kalau ada yang tidak mau melakukannya, sama sekali tidak berdosa. Apalagi bila ada alasan yang kuat untuk hal itu.
Salah satunya adalah apa yang dahulu pernah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar radhiyallahu 'anhuma. Mereka berdua bukan orang yang masuk kategori tidak mampu untuk sekedar menyebelih kambing. Namun keduanya tidak selalu tiap tahun melakukannya. Alasannya?
Mereka takut orang-orang salah persepsi dan dianggap menyembelih udhiyah ini menjadi wajib hukumnya. Dengan tindakan itu, mereka ingin memberi pelajaran bahwa ibadah yang satu itu hukumnya bukan wajib, tetapi sunnah muakkadah.
Pahala Yang Besar
Lepas dari masalah hukum, namun Rasulullah sholallahu alaihi wasslam memang sangat menganjurkan kita untuk melakukan ibadah yang satu ini. Bahkan beliau mengatakan tidak ada amal yang lebih dicintai Allah ta’ala yang dilakukan oleh seorang anak manusia di hari Nahr kecuali menyembelih udhiyah.
Tentu saja pahala yang seperti ini sangat besar dan tidak tergantikan dengan ibadah yang lainnya.
Namun di dalam syariah kita juga mengenal istilah fiqih prioritas. Fiqih ini adalah kecerdasan kita dalam mengalisa situasi lapangan. Fiqih ini menyeimbangkan antara teori baku dengan realitas di dunia nyata.
Terkadang kita terkecoh dengan dalil baku dan gelap mata dengan situasi di tengah lapangan. Misalnya, kita tahu bahwa siapa yang membangun masjid di dunia ini, nanti di akhirat Allah akan bangunkan untuknya rumah di dalam surga.
Tapi kalau kita membangun masjid di tengah-tengah masyarakat yang muslim yang jumlah masjidnya sudah berlebih, tentu pelaksanaan hadits ini malah jadi tidak tepat. Buat apa membangun masjid di tengah kumpulan masjid? Nanti takmirnya malah saingan dengan cara tidak sehat.
Seharusnya membangun masjid di Eropa atau Amerika, tempat di mana masyarakat muslim di sana sangat membutuhkan bangunan masjid sebagai pusat kegiatan dakwah.
Sedangkan di daerah bencana dan kelaparan, bantuan yang lebih tepat adalah makanan, obat-obatan, pakaian bersih. Bukan masjid megah yang tidak bisa dimakan.
Inilah yang kita maksud dengan fiqih prioritas atau fiqih waqi'. Fiqih yang membahas tentang keterkaitan antara pilihan-pilihan amal yang lebih tepat untuk didahulukan.
Dalam kasus Anda, kalau ada orang yang butuh uang dan sangat mendesak, tentu tidak tepat kalau anda beri kulit kambing udhiyah. Anda akan menjadi orang yang paling berjasa bila memberi sesuai dengan kebutuhan. Adapun pahala menyembelih udhiyah, tidak perlu diotak-atik. Tetap besar pahalanya, namun masalahnya padaalokasi dana yang anda punya, manakah yang lebih tepat dalam hal ini. Toh keduanya punya nilai ibadah yang tinggi dan besar pahalanya.
Hukum Sunnah Muakkadah Berubah Jadi Wajib
Namun apabila ada kejadian tertentu, menyembelih udhiyah ini bisa bergeser hukumnya menjadi wajib. Sehingga kalau tidak dikerjakan akan melahirkan dosa.
Kapankah hal itu terjadi? Apa penyebab kewajibannya?
Pertama, apabila seseorang jatuh perkataan untuk bernadzar. Misalnya, kalau nanti lulus ujian maka dia akan menyembelih kambing kurban. Ternyata dia lulus, maka dia wajib melaksanakan nadzarnya itu.
Kedua, seorang yang punya kambing menunjuk kambingnya itu dan mengatakan bahwa kambing ini diniatkan untuk disembelih sebagai udhiyah. Maka bila jatuh perkataan seperti itu, wajiblah atasnya untuk melaksanakan apa yang telah dikatakannya.
Dampak Hukum Wajib
Sebaian ulama mengatakan bila hewan udhiyah sudah jatuh wajib, maka dagingnya tidak boleh lagi dimakan, tetapi harus seluruhnya disedekahkan kepada fakir miskin.
Kecuali mazhab Al-Hanafiyah yang memandang tidak demikian. Bagi mazhab itu, kalau ada orang bernadzar maka yang berubah hanya hukumnya dari sunnah muakkadah menjadi wajib. Adapun hukum dagingnya tidak beribah, yang berkuban tetap boleh memakan dagingnya.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tartib :
Abu Umair, S. Pd. I
0 Response to "Berqurban wajib atau sunah ?"
Post a Comment