Sesungguhnya Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memerintahkan kepada kaum muslimin agar tidak berpecah belah, dan bersatu padu sebagaimana FirmanNya:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
Dan berpeganglah kamu sekalian pada tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai. (QS. Ali Imran: 103)
Dan tentulah persatuan kaum muslimin adalah di atas al-haq (kebenaran), yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah An-Nabawiyah As- Shahihah, menurut pemahaman para sahabat generasi pertama dan terbaik dari ummat Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam di atas inilah kaum muslimin diwajibkan menyatukan langkah, merapikan barisan, dan mengem-balikan segala perselisihan. Allah berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
Kemudian jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kem-balikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya). (An-Nisa’: 59).
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ.
Barangsiapa yang hidup (lama) di antara kamu niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak, karena itu, berpegang teguhlah pada Sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidi yang (mereka itu) mendapat petunjuk. (HR. Nasa’i dan At Tirmidzi, ia berkata hadist hasan shahih)
Hadist di atas menjelaskan bahwa, ummat Islam akan ber-selisih, hingga timbul perpecahan dikalangan kaum muslimin. Serta menjelaskan jalan keluar dari perselisihan, jalan menuju persatuan, yaitu dengan berpegang teguh pada jalan Rasulullah n dan para sahabatnya. Hanya inilah jalan keselamatan bagi kaum muslimin di dunia dan akhirat kelak. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ: ثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ.
Dan sesungguhnya agama ini (Islam) akan terpecah-pecah menjadi 73 golongan, 72 di Neraka, dan satu di dalam Surga, yaitu al-Jama’ah. (HR. Ahmad dan selainnya. Al-Hafidz menggolong-kannya sebagai hadist hasan)
كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً، مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ.
Semua golongan tersebut tempatnya di Neraka, kecuali satu (yaitu), apa-apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya. (HR. At-Tirmidzi, dan di hasankan oleh Al-Albaniy dalam Shahihul Jami’ 5219)
Perlisihan, perpecahan, dan munculnya berbagai macam kesesatan dan penyimpangan, sebagian besar awal mulanya timbul dari kekeliruan dalam penggunaan akal pikiran, dari tujuan penciptaannya. Hal ini terdiri dari dua macam, pertama, yaitu sikap terlampau bebas dalam menggunakan akal untuk menghukumi permasalahan-permasalahan dien dengan mengabaikan nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah As-Shahihah), dan yang kedua, yaitu membunuh akal pikiran dalam memahami nash, sehingga timbul sikap taqlid (ikut-ikutan) dalam dien Islam dan fanatisme golongan (ta’ashub). Namun dalam kesempatan kali ini hanya penyimpangan jenis pertama yang akan dibahas.
Syari’at Islam telah memuliakan akal, bukankah Islam telah mengharamkan khamr, sebagai sarana perusak akal, juga dengan tidak adanya pembebanan syari’at pada orang yang kurang waras, demikian pula terhadap anak kecil, dikarenakan belum sempurna-nya akal pikiran, serta tidak dihisab perbuatan orang yang tidak sadar atau lupa. Bahkan mujtahid yang berijtihad kemudian salah ia mendapat suatu ganjaran, dan dimaafkan kesalahannya.
Akal pikiran adalah anugrah yang tak ternilai yang juga merupakan amanah dari Allah agar manusia merenungi ayat-ayatNya, baik yang tertuang kedalam kitabNya, agar mereka memahaminya untuk kemudian tunduk-patuh dan mengerjakan apa yang diperintahkan, maupun yang terbentang luas di hamparan semesta, agar mereka merasakan kebesaran dan kekuasaan penciptanya, serta mengambil hikmah dan pelajaran yang teramat banyak dari keduanya.
Namun banyak dari manusia telah mendurhakai Rabb mereka, dengan melanggar amanah. Akal pikiran yang seharusnya digunakan untuk memahami perkataan Allah dan RasulNya untuk kemudian mematuhinya, telah dipergunakan untuk menentang keduanya, atau mencari jalan agar dapat lari dari perintah yang dibebankan di atas pundak-pundak mereka. Keadaan menjadi berbalik, bukan lagi Al-Qur’an dan As-Sunnah As Shahihah yang menghakimi akal, tetapi pemikiran manusialah sebagai hakimnya, ia menjadi pemutus antara yang haq dan yang batil juga pembatal syari’at.
Lahirlah aqlaniyyun! Mereka yang memuja akal pikiran mereka, di atas syari’at yang telah digariskan Allah dan RasulNya. Mereka hidup dalam daerah, masa, dan bahasa yang berbeda, dengan pemikiran yang beraneka, namun mereka sepakat dalam satu ide, yang mereka hiasi dengan perkataan yang indah, yang mereka tampakkan atau yang disiratkan, yaitu: Apabila ada nash (Al-Qur’an dan As Sunnah) bertentangan dengan akal, maka dahulukanlah akal, atau palingkanlah ia sampai sesuai dengan akal.! Nau’udzu billahi min dzalik.
Inilah pangkal perpecahan dan kesesatan umat Islam menjadi golongan-golongan, dari akal yang menyimpang, lagi ditunggangi hawa nafsu, tidak mau mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah As-Shahihah dengan pemahaman yang benar. Masing-masing kelompok datang dengan ide-ide dan kemauannya masing-masing. Sehingga luluh-lantak dan berkepinglah umat ini dari jalan yang lurus. Dan besarnya penyimpangan suatu kelompok (firqah) adalah dari seberapa banyak penyimpangan pemikirannya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah As Shahihah secara menyeluruh.
Seandainya akal pikiran manusia mampu untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya, dan menuntun mereka ke Surga dan ridlaNya, tentulah Allah tidak perlu mengutus para rasul Shalallaahu alaihi wasalam dan menurunkan kitabNya bersama mereka.
Akal hanyalah bagian dari anggota tubuh manusia yang memiliki kemampuan sangat terbatas, sebagaimana anggota tubuh manusia lainnya . Mata manusia, contohnya, tidak mungkin mampu untuk melihat wujud benda- benda teramat kecil atau teramat jauh, demikian pula akal manusia tidak mungkin sanggup memikirkan hal-hal yang di luar jangkauan kemampuannya. Dan suatu pemi-kiran pada asalnya adalah pengolahan dari data-data yang diterima indra manusia yang kemampuannya terbatas, seperti mata, telinga, dan kulit. Bahkan kemampuan akal untuk mengolah data juga terbatas. Dengan demikian, tentulah pemikiran yang merupakan hasil dari keseluruhan proses tadi juga terbatas, oleh ruang waktu. Sehingga bagaimana mungkin sesuatu yang terbatas dipakai untuk menolak Al-Qur’an dan Sunnah As-shahihah yang berdasar dari ilmu Allah yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu?. Alangkah dzalimnya dan bodohnya manusia yang seperti ini!.
Seandainya akal pikiran yang menjadi patokan kebenaran maka tentu akan timbul perselisihan tanpa akhir dari umat ini. Sebagaimana telah dijelaskan. Tidak akan terwujud persatuan, sedangkan Islam memerintahkan umatnya agar bersatu padu.
Dengan demikian, akal pikiran hanyalah untuk memahami, dan mencari hikmah perkataan Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam , jika ia mampu maka akan menemukannya, dan bukan sebagai penentang, jika ternyata tidak mendapatkan hikmah atau tujuan-nya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala telah menantang kemampuan akal pikiran manusia, untuk membuat satu surat semisal Al-Qur’an. Maka tatkala mereka tak mampu menjawab tantangan ini, mereka menjadi yakin bahwa Al-Qur’an benar-benar kalam Allah Subhannahu wa Ta'ala dan mereka beriman secara penuh tentang segala sesuatu yang ada di dalamnya.
وَإِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِمَّا نَزَّلْنَا عَلَى عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِنْ مِثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatkanlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (QS. Al-Baqarah: 23)
Juga sebagai bukti kebenaran perkataan Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam , adalah kesesuaian berita yang ada di dalamnya dengan keadaan dunia setelahnya, dan juga dengan ilmu pengetahuan modern, Subhanallah. Islam telah mengajarkan pengetahuan modern tatkala dunia masih kuno dan terbelakang. Dan banyak sekali buku yang membahas kesesuaian agama Islam dengan sains modern, di antaranya adalah buku Al-Qur’an, Bibel dan Sains modern yang ditulis oleh Dr. Maurice Bukaille, yang kemudian beliau masuk Islam karena keindahan ajarannya, dan tingkat keilmiahannya yang teramat tinggi dan tidak mungkin dimiliki melainkan oleh dien yang benar. Mudah-mudahan cukup sebagai peringatan dan pelajaran.
Wallahu Ta’ala a’lam bis-shawab.
Tartib: Abu Umair.
0 Response to "Kesesatan VS Perpecahan"
Post a Comment